Hingga nyawa diambil ‘secara paksa’ dari tubuhnya, Mochammad Zaini Misrin (47), tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Desa Kebun, Kamal, Bangkalan, yang bekerja di Arab Saudi, tetap teguh mempertahankan pernyataan bahwa dirinya tidak bersalah.
Ayah dari dua anak tersebut, seperti dilansir dari laman Grid.ID, harus menjalani eksekusi atas kasus kematian sang majikan, Abdullah bin Umar. Proses hukuman mati dilangsungkan pada Minggu (18/3), sekitar pukul 11.00 waktu Arab Saudi.
Nama Mohammad Zaini Misrin pun semakin menambah panjang daftar eksekusi mati oleh Pemerintah Arab Saudi terhadap TKI Indonesia yang tanpa disertai pemberitahuan resmi kepada Indonesia, seperti dari data yang dijelaskan Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah.
Menurut Anis, dalam kasus kali ini, di mana pemerintah tidak dapat melakukan pendampingan hukum hingga dijatuhkannya vonis mati, membuat semakin berat upaya pembelaan terhadap Zaini dalam proses di meja hijau selanjutnya.
Selain kesalahan pemerintah yang tak dapat memberikan pendampingan hukum, di balik jatuhan vonis mati terhadap Zaini tersembunyi beberapa kejanggalan. Mulai dari Zaini yang tidak mau mengakui kejahatan telah menghilangkan nyawa majikan, hingga hilangnya saksi kunci kasus. Berikut daftarnya:
Menolak Mengakui
Putusan bersalah telah dijatuhi oleh hakim, namun hal tersebut tak lantas membuat Zaini mengakui tuduhan dirinya dalang di balik kematian Abdullah bin Umar, sang majikan. Hal tersebut bertahan hingga maut menghampirinya.
Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Lalu Moh Iqbal menuturkan bahwa hubungan Zaini dengan sang majikan sangat dekat. Dengan alasan tersebut, mustahil membuat Zaini tega menghabisi nyawa Abdullah bin Umar.
Hilangnya Saksi Kunci
Ada satu saksi kunci yang mengetahui secara pasti kejadian oembunuhan Abdullah, yakni Sumiati, asal Madura. Disampaikan Moh Iqbal, dikutip dari Gdir.ID, Selasa (20/3/2018), “Usai terjadi pembunuhan, teman kerja almarhum (Zaini) itu menghilang.”
Ia menyampaikan, pihaknya telah berupaya mencari tahu keberadaan Sumiati melalui kantor imigrasi, Dinas Ketenagakerjaan Bangkalan, hingga sejumlah pondok pesantren. “Namun (Sumiati) tidak berhasil ditemukan. Keberadaannya seolah ditelan bumi hingga eksekusi akhirnya dilaksanakan,” tambahnya.
Tidak Ada Kejelasan Motif
Ada pun kejanggalan lain, masih menurut Iqbal, dalam berita acara pemeriksaan (BAP) di kepolisian Arab Saudi, motif pembunuhan seperti yang dituduhkan kepada Zaini tidak disebutkan. “Anehnya, hakim memutuskan Zaini bersalah atas opembunuhan majikannya. Dalam sidang dihadirkan 21 saksi.”
Tak Ada Pemberitahuan Resmi
Informasi eksekusi mati terhadap Zaini Misrin yang digelar pada Minggu (18/3) dibenarkan oleh pihak Kementerian Luar Negeri, Senin (19/3) siang. Namun Iqbal mengakui, sama sekali tak ada pemberitahuan resmi dari pemerintahan Arab Saudi terkait hal tersebut.
Dipaksa Mengaku Melakukan
Anis Hidayah mengungkapkan adanya ketidakadilan dalam proses peradilan terhadap TKI asal Bangkalan, Madura tersebut. Zaini diduga mendapatkan intimidasi saat memberikan keterangan dalam proses berita acara pemeriksaan (BAP) oleh otoritas setempat.
“Zaini ketika memberikan keterangan dalam proses pemeriksaan BAP dipaksa untuk mengaku, sehingga proses hukumnya cepat selesai. Meskipun, Zaini tidak pernah mengaku dia melakukan oembunuhan karena realitasnya seperti yang disampaikan ke KJRI, dia tidak membuhun majikannya,” jelas Anis.
Ada Novum, Namun Eksekusi Tetap Berjalan
Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid menyatakan, bahwa pemerintah telah melakukan segala upaya dalam menangani kasus Zaini Misrin, mulai dari era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Pemerintah sudah melakukan upaya-upaya maksimal. Sejak zaman Presiden SBY, kemudian Presiden Jokowi, pemerintah sudah all out melakukan pembelaan. Dan setelah ada informasi eksekusi, tim juga langsung berkunjung ke pihak keluarga Zaini di Madura,” jelas Nusron melalui keterangan tertulis, Senin (19/3).
Lalu pada Januari 2017, Presiden Jokowi menyampaikan surat kepada Raja Saudi dengan permintaan untuk memberikan kesempatan pada pengacara dalam mencari bukti-bukti baru. Dan bulan Mei 2017, Raja Saudi menanggapi adanya penundaan eksekusi selama 6 bulan.
Presiden kembali mengirimkan surat pada September 2017 yang menyampaikan bahwa Tim Pembela Zaini berhasil menemukan novum (bukti baru), salah satu di antaranya adalah kesaksian penterjemah. Melalui surat tersebut, presiden meminta Raja melakukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap kasus ini.
“Tanggal 20 Februari, diterima Nota Diplomatik resmi dari Kemlu Saudi yang intinya menyampaikan persetujuan Jaksa Agung Arab Saudi untuk dilakukan PK atas kasus ini, khususnya untuk mendengarkan kesaksian penterjemah di Pengadilan Makkah,” lanjut Nusron.
Dan pada tanggal 6 Maret, konfirmasi dari Mahkamah Makkah yang menyatakan surat permintaan pengacara kepada Mahkamah Makkah untuk mendengarkan kesaksian dari penterjemah sudah diterima. Untuk selanjutnya, Makhakah meminta waktu mengumpulkan berkas-berkas perkara.
Namun tanggal 18 Maret 2018, sekitar pukul 10.00 waktu setempat, kabar Zaini akan dieksekusi mati diterima. Mendapat kabar tersebut, pemerintah Indonesia melalui pengacara mencaritahu kebenaran berita. Sayangnya seluruh jalan di sekitar penjara diblokade.
“Jalan di sekitar penjara sudah diblokade. Pada sekitar pukul 10/30 dan eksekusi diperkirakan dilakukan pada pukul 11.30 waktu setempat,” tutur Nusron terkait petaka yang menimpa Zaini pada 13 Juli 2014, di mana dirinya ditangkap kepolisian Arab Saudi.
Sumber: suratkabar.id