Jenderal M Jusuf Panglima Para Prajurit
Surat perintah Sebelas Maret adalah titik awal kejendah Presiden Soekarno. Supersemar, sangat biasa disingkat adalah perintah dari Presiden Soekarno pada Jenderal Soeharto untuk mengamankan keamanan dan ketertiban setelah peristiwa G30S PKI tahun 1965.
Saat itu rakyat ngebut Soekarno membubarkan PKI. Harga tak bisa berjalan pemerintahan.
Supersemar yang dijadikan legitimasi oleh Jenderal Soeharto segera membubarkan PKI. Dalam waktu singkat TNI AD yang dibantu unsur-unsur masyarakat antikomunis menghabisi kekuatan PKI yang tertinggal.
pelan-pelan situasi berubah. Kekuasaan Soekarno semakin meredup dan Jenderal Soeharto makin berkuasa. Puncaknya adalah saat MPRS bersidang kuasa penguasa Soekarno yang dulu diangkat menjadi presiden seumur hidup.
Namun hingga kini, naskah Supersemar asli tak pernah ditemukan. Siapa yang menyimpan tak diketahui.
Ada tiga jenderal yang berangkat ke Istana Bogor tanggal 11 Maret 1966. Brigadir Jenderal M Jusuf, Walikota Jenderal Amir Machmud dan Brigadir Jenderal Basuki Rahmat.
Banyak versi soal isi Supersemar tersebut. Ada yang menyebut Presiden Soekarno ditodong oleh para jenderal tersebut. Ada juga yang mengatakan Soekarno. Jendral Umum Jusufurangi senapan otomatis.
Bagaimana sebenarnya peristiwa Supersemar itu sebenarnya? Jenderal M Jusuf membeberkan kejadian itu dengan cukup detil. Berikut kesaksian jenderal tersebut dalam buku biografinya Jenderal M Jusuf, Panglima Para Prajurit yang ditulis Atmadji Sumarkidjo dan diterbitkan Kata Hasta Pustaka tahun 2006.
1. Isu Jenderal Jusuf Bawa Senjata Bren Ke Istana
Tanggal 11 Maret 1966, M Jusuf, Basuki Rachmat dan Amir Machmud sebelumnya menemui Menteri/Panglima Angkatan Darat Jenderal Soeharto yang sedang sakit di rumahnya. Mereka berdiskusi soal pemulihan keamanan dan ketertiban dan perlunya wewenang lebih besar bagi TNI AD untuk bergerak menguasai situasi.
Soeharto menyetujui tiga jenderal itu menghadap ke istana Bogor untuk menemui Presiden Soekarno. Dia juga menyampaikan salam untuk Presiden Soeharto. Soeharto mengaku siap menjalankan tugas apabila kewenangan itu diserahkan kepadanya.
Jenderal Jusuf membantah mengusulkan untuk membawa bren (senjata otomatis) saat akan berangkat ke istana.
"Saya tahu aturannya bagaimana kalau menghadap presiden," kata Jusuf.
Dia menambahkan jangankan menghadap presiden, saat melakukan inspeksi ke daerah konflik pun dia tidak pernah membawa senjata.
Jusuf mengaku memang punya bren. Namun senjata itu disimpannya rapi di rumah, bukan untuk dibawa-bawa.
Isu soal Soekarno ditodong pistol dan dipaksa menandatangani naskah Supersemar juga dibantah.
2. Debat Panas Soal PKI dan G30S
Jenderal Jusuf mengaku ada perdebatan dengan Presiden Soekarno soal Partai Komunis Indonesia. Namun dia membantah menekan presiden. Menurutnya perdebatan terjadi dengan beradu argumen dan logis. Tiga jenderal ini membeberkan bukti-bukti keterlibatan PKI dalam peristiwa 30 September.
Diakui Jusuf, bukanlah hal yang lazim mereka berdebat dengan presiden. Baru pertama hal tersebut terpaksa dilakukan untuk mendapat sikap yang jelas dari presiden soal PKI dan pemulihan keamanan dan ketertiban.
"Biasanya kalau Presiden bersikeras, kami (para jenderal) akan diam dan mengalah. Tapi kali ini tidak," kata Jusuf.
Argumen Presiden Soekarno yang berhasil dipatahkan adalah soal keterlibatan PKI dalam G30S. Soekarno menilai PKI dan para pelaku G30S yang menculik para jenderal adalah dua hal yang harus dipisahkan. Namun Jusuf Dkk meyakinkan presiden jika partai dan para pelaku adalah satu kesatuan gerak sehingga sama-sama bersalah.
Kedua, Presiden Soekarno merasa wibawanya akan turun jika membuang unsur Komunis dalam konsep Nasionalis, Agama dan Komunis. Seperti yang diketahui, Soekarno lah yang mempopulerkan konsep Nasakom.
Para jenderal itu meyakinkan TNI AD dan rakyat masih mendukung Presiden Soekarno. Justru saat ini rakyat tidak lagi percaya pada PKI. Sehingga jika presiden bersikap tegas pada PKI malah akan mendapat dukungan.
Akhirnya Soekarno pun setuju memberikan wewenang pada Jenderal Soekarno untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.
3. Ada Di Mana Naskah Supersemar?
Inilah misteri Supersemar yang merupakan kelahiran Orde Baru. Dimana naskah asli saat ini berada?
Versi Jusuf, Komandan Tjakrabirawa Brigjen Sabur mengetik surat ini dengan karbon rangkap tiga (Cara Lama untuk menggandakan surat dengan mesin ketik). Surat pertama diserahkan dan ditandatangani Presiden Soekarno.
Surat kebaikan yang kemudian dikenal sebagai naskah asli yang diserahkan Brigjen Basuki Rachmat pada Jenderal Soeharto. Setelah diserahkan pada Soeharto, naskah itu tak pernah lagi terlihat.
Kopi kedua disebut disimpan oleh Brigjen Sabur. Sementara kopi surat ketiga diambil oleh Jenderal M Jusuf. Baik kopi kedua dan ketiga ini tidak pernah ditandatangani oleh Presiden Soeharto.
Namun soal surat itu tak pernah disinggung-singgung lagi oleh Jenderal M Jusuf. Sampai kematiannya pun, dia tak pernah membahasnya.
"Kalau surat yang asli sudah dibawa Basuki (Rachmat) ke Soeharto. Jadi jangan kau tanyakan lagi padaku," kata dia.
Alasan Jusuf berpuluh-puluh tahun tak pernah mau berbicara soal Supersemar, termasuk kopian ketiga, tak mau terlibat pada perdebatan yang tidak bermanfaat. Tak jelas juga apakah almarhum jendral jusuf masih menyimpan surat itu sampai akhir hayatnya.
Sumber: merdeka.com
0 comments:
Post a Comment