Rapat Paripurna DKI Jakarta.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah melakukan pembahasan rancangan APBD Perubahan 2018. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberikan beberapa alokasi dana yang sebelumnya sempat dipangkas pada era kepemimpinan sebelumnya, Basuki Tjahaja Purnama.
Anies memberikan kelonggaran kepada DPRD DKI Jakarta untuk memasukkan program mereka. Seperti adanya rencana renovasi kolam ikan yang diusulkan sebesar Rp 620 juta. Padahal tahun 2017, anggaran renovasi kolam tersebut dengan anggaran sekitar Rp 500 juta sudah pernah ditolak oleh Kementerian Dalam Negeri.
Selain itu, ada juga dana kunjungan kerja komisi-komisi DPRD DKI yang meningkat tajam, dari yang awalnya hanya Rp 4,6 miliar menjadi Rp 107,8 miliar. Berdasarkan data dari situs apbd.jakarta.go.id, kunjungan kerja komisi pada tahun 2016 hanya dianggarkan sebesar Rp 5,5 miliar. Kemudian mengalami penurunan pada 2017, menjadi Rp 4,6 miliar.
Sedangkan dana untuk reses DPRD DKI Jakarta, Anies mengalokasikan anggaran sebesar Rp 69 miliar. Padahal dua tahun belakangan, dana tersebut tidak mengalami perubahan signifikan. Pada APBD DKI 2016, dana reses hanya dianggarkan sebesar Rp 38,3 miliar. Kemudian pada tahun 2017, anggota dewan hanya diberikan Rp 38,1 miliar.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno berdalih kenaikan dana reses kunjungan kerja komisi-komisi DPRD DKI dalam Rancangan APBD 2018 sangatlah wajar. Menurutnya, sebagai wakil rakyat perlu terjun langsung ke masyarakat untuk mengetahui masalah warganya.
Sebagai mitra kerja pihak eksekutif, menurut Sandiaga, legislatif perlu melakukan kunjungan kerja baik di dalam negeri atau di luar negeri. Sehingga mereka punya referensi untuk memajukan Kota Jakarta.
"Karena mungkin kunjungannya lebih banyak. Karena mungkin juga frekuensinya lebih banyak. Tujuannya mungkin banyak. Mereka ingin mendapatkan komparasi dengan metropolis-metropolis yang lain," kata Sandiaga di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (22/11).
Hubungan antara legislatif dan eksekutif pada era Anies-Sandi jauh lebih harmonis dibandingkan masa kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama. Setiap kali melakukan pembahasan anggaran, dewan yang terhormat selalu tidak sejalan dengan keinginan mantan Bupati Belitung Timur itu.
Bahkan, DPRD DKI sampai membuat hak angket untuk Basuki atau akrab disapa Ahok itu. Tidak ingin mengalah, mantan politisi Gerindra itu melawan dengan melaporkan sejumlah dugaan korupsi yang dilakukan legislatif dengan melakukan mark up anggaran dalam RAPBD DKI Jakarta Tahun 2015.
Salah satu persoalan yang diungkap Ahok adalah tentang pengadaan Uninteruptible Power Supply (UPS) untuk sekolah-sekolah yang harganya sampai miliaran per unit. Hal ini dinilai tidak masuk akal. Termasuk soal anggaran sosialiasi Surat Keputusan Gubernur No 168 tentang RT dan RW.
Anies memberikan kelonggaran kepada DPRD DKI Jakarta untuk memasukkan program mereka. Seperti adanya rencana renovasi kolam ikan yang diusulkan sebesar Rp 620 juta. Padahal tahun 2017, anggaran renovasi kolam tersebut dengan anggaran sekitar Rp 500 juta sudah pernah ditolak oleh Kementerian Dalam Negeri.
Selain itu, ada juga dana kunjungan kerja komisi-komisi DPRD DKI yang meningkat tajam, dari yang awalnya hanya Rp 4,6 miliar menjadi Rp 107,8 miliar. Berdasarkan data dari situs apbd.jakarta.go.id, kunjungan kerja komisi pada tahun 2016 hanya dianggarkan sebesar Rp 5,5 miliar. Kemudian mengalami penurunan pada 2017, menjadi Rp 4,6 miliar.
Sedangkan dana untuk reses DPRD DKI Jakarta, Anies mengalokasikan anggaran sebesar Rp 69 miliar. Padahal dua tahun belakangan, dana tersebut tidak mengalami perubahan signifikan. Pada APBD DKI 2016, dana reses hanya dianggarkan sebesar Rp 38,3 miliar. Kemudian pada tahun 2017, anggota dewan hanya diberikan Rp 38,1 miliar.
PKL bertemu Sandiaga
Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno berdalih kenaikan dana reses kunjungan kerja komisi-komisi DPRD DKI dalam Rancangan APBD 2018 sangatlah wajar. Menurutnya, sebagai wakil rakyat perlu terjun langsung ke masyarakat untuk mengetahui masalah warganya.
Sebagai mitra kerja pihak eksekutif, menurut Sandiaga, legislatif perlu melakukan kunjungan kerja baik di dalam negeri atau di luar negeri. Sehingga mereka punya referensi untuk memajukan Kota Jakarta.
"Karena mungkin kunjungannya lebih banyak. Karena mungkin juga frekuensinya lebih banyak. Tujuannya mungkin banyak. Mereka ingin mendapatkan komparasi dengan metropolis-metropolis yang lain," kata Sandiaga di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (22/11).
Hubungan antara legislatif dan eksekutif pada era Anies-Sandi jauh lebih harmonis dibandingkan masa kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama. Setiap kali melakukan pembahasan anggaran, dewan yang terhormat selalu tidak sejalan dengan keinginan mantan Bupati Belitung Timur itu.
Bahkan, DPRD DKI sampai membuat hak angket untuk Basuki atau akrab disapa Ahok itu. Tidak ingin mengalah, mantan politisi Gerindra itu melawan dengan melaporkan sejumlah dugaan korupsi yang dilakukan legislatif dengan melakukan mark up anggaran dalam RAPBD DKI Jakarta Tahun 2015.
Salah satu persoalan yang diungkap Ahok adalah tentang pengadaan Uninteruptible Power Supply (UPS) untuk sekolah-sekolah yang harganya sampai miliaran per unit. Hal ini dinilai tidak masuk akal. Termasuk soal anggaran sosialiasi Surat Keputusan Gubernur No 168 tentang RT dan RW.
Pemahaman nenek lu.
Dalam anggaran yang diajukan oleh DPRD DKI, dana untuk melakukan sosialisasi itu sebesar Rp 100 juta. Merasa dilecehkan, Ahok pun mencoret-coret usulan anggaran itu dengan ucapan 'pemahaman nenek lu'.
"Ada ratusan atau ribuan (mata anggaran), (dengan nilai) Rp 100 juta, Rp 200 juta kan kurang ajar. Saya tulis 'nenek lu'. Coret!, bener tanya saja Bappeda, saya tulis 'nenek lu', saya kasih lingkaran. Balikin. Ini gara-gara bacaan 'nenek lu', tersinggung kali," jelas Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (16/1/2015) lalu.
Tidak hanya itu, ada beberapa anggaran aneh, seperti les bahasa mandarin dan paket mandarin. Setiap paketnya memiliki nilai puluhan juta. Dan Ahok mengungkapkan, ada anggaran untuk visi dan misi anggota DPRD DKI Jakarta.
"Total di luar tanah Rp 8,8 triliun (yang dicoret) saya suruh pilih saja. Saya enggak tahu berapa jumlahnya. Ngajuin sesuatu yang menurut saya enggak penting. Jadi enggak bisa. Itu disebut visi misi DPRD. Isinya begituan, versi mereka. Makanya saya gak mau masukin," tegasnya.
Keanehan ini yang disebut Ahok sebagai dana siluman dimanfaatkan oleh DPRD DKI untuk merampok uang rakyat. Ahok pun sudah melaporkan hal ini kepada KPK.
"Ada ratusan atau ribuan (mata anggaran), (dengan nilai) Rp 100 juta, Rp 200 juta kan kurang ajar. Saya tulis 'nenek lu'. Coret!, bener tanya saja Bappeda, saya tulis 'nenek lu', saya kasih lingkaran. Balikin. Ini gara-gara bacaan 'nenek lu', tersinggung kali," jelas Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (16/1/2015) lalu.
Tidak hanya itu, ada beberapa anggaran aneh, seperti les bahasa mandarin dan paket mandarin. Setiap paketnya memiliki nilai puluhan juta. Dan Ahok mengungkapkan, ada anggaran untuk visi dan misi anggota DPRD DKI Jakarta.
"Total di luar tanah Rp 8,8 triliun (yang dicoret) saya suruh pilih saja. Saya enggak tahu berapa jumlahnya. Ngajuin sesuatu yang menurut saya enggak penting. Jadi enggak bisa. Itu disebut visi misi DPRD. Isinya begituan, versi mereka. Makanya saya gak mau masukin," tegasnya.
Keanehan ini yang disebut Ahok sebagai dana siluman dimanfaatkan oleh DPRD DKI untuk merampok uang rakyat. Ahok pun sudah melaporkan hal ini kepada KPK.
Sumber: merdeka.com
0 comments:
Post a Comment