Logo Design by FlamingText.com
Logo Design by FlamingText.com

Thursday, 2 November 2017

4 Wisata Alam Berselimut Legenda

Memikat dengan keelokan panoramanya, 4 wisata alam di Malang ini ternyata menyimpan legenda yang menarik untuk disimak. Apa saja kisahnya?


Malang merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang dianugerahi keelokan alam yang memikat. Letak geografisnya yang unik, membuat kawasan ini kaya akan wisata alam, seperti pantai, pegunungan, sumber mata air, hingga air terjun yang memikat.

Tak hanya elok, wisata alam yang di kawasan Malang ini pun menyimpan legenda yang menarik untuk disimak. Mulai dari legenda cinta hingga legenda yang sarat akan nilai sosial. Lalu, apa saja wisata alam yang menyimpan legenda di balik keelokannya itu?

1. Legenda cinta tragis di Coban Rondo


Coban rondo memang menjadi salah satu objek wisata air terjun yang cukup diminati di Malang. Terlebih, objek wisata yang terletak di Kota Batu ini dilengkapi dengan berbagai wahana permainan seperti labirin,paint ball, fun tubing, panahan, kereta kelinci, persewaan sepeda gunung dan lainnya.

Coban Rondo mulai dibuka sebagai objek wisata sejak tahun 1980. Selain suasana disekitar air terjun yang sejuk, legenda cinta tragis yang menyelimuti keberadaan coban rondo pun patut untuk disimak.

Penamaan 'Rondo' sebenarnya bermula dari legenda cinta ini. Alkisah, asal mula penamaan air terjun ini berawal dari kisah sepasang pengantin, yang kala itu baru saja melangsungkan pernikahannya. Sang mempelai wanita bernama Dewi Anjarwati dan mempelai pria bernama Baron Kusuma. Dewi Anjarwati berasal dari Gunung Kawi sedangkan Baron Kusuma berasal dari Gunung Anjasmoro.

Setelah usia pernikahan mencapai usia selapan (35 hari), Dewi Anjarwati mengajak suaminya untuk berkunjung ke Gunung Anjasmoro. Sayangnya, ide perjalanan tersebut tak direstui oleh orang tua Dewi Anjarwati.

Pasalnya, usia pernikahan mereka baru saja mencapai selapan. Keyakinan masyarakat kala itu menyebutkan, pasangan pengantin yang melakukan perjalanan sebelum melewati masa selapan, dapat mendatangkan kesialan bagi mereka. Kendati demikian, keduanya bersikeras untuk tetap melakukan perjalanan.

Nahasnya, keduanya dikejutkan dengan kehadiran sosok asing, saat berada di tengah perjalanan. Sosok asing yang bernama Joko Lelono ini nampaknya terpikat dengan kecantikan Dewi Anjarwati. Sehingga, muncul keinginan hatinya untuk merebut Dewi Anjarwati dari tangan sang suami.

Tentunya, Baron tak rela jika istrinya direbut begitu saja oleh Joko Lelono. Akhirnya pertarungan hebat pun tak terhindarkan. Para punakawan yang mengiringi perjalanan pasangan suami-istri tersebut, membawa pergi Dewi Anjarwati untuk bersembunyi. Baron Kusuma berpesan kepada para punakawan, untuk menyembunyikan Dewi Anjarwati di suatu tempat yang memiliki air terjun (coban).

Pertarungan tersebut berujung kematian bagi Baron Kusuma dan Joko Lelono. Karena kematian suaminya, secara otomatis Dewi Anjarwati menjadi rondo (istilah jawa bagi janda). Sejak saat itulah, air terjun tempat persembunyian Dewi Anjarwati dikenal dengan nama Coban Rondo.

Jika kamu berkunjung ke Coban Rondo, kamu akan menemukan sebuah batu besar yang berada di bawah air terjun. Batu tersebut diyakini sebagai tempat duduk sang putri kala itu. Tak hanya berujung penamaan, kisah itu pun menuai sebuah mitos cinta yang melegenda di masyarakat. Mitos itu menyebutkan, siapapun yang datang ke Coban Rondo bersama pasangannya, maka jalinan cintanya tak akan berumur panjang.

2. Kisah Sang Petapa di Pantai Goa Cina


Terletak bersebelahan dengan Pantai Sendang Biru, pantai Goa Cina terbilang cukup populer di deretan wisata Malang. Secara administratif, pantai Goa Cina terletak di desa Sitiarjo, kecamatan Sumbermanjing Wetan, kabupaten Malang.

Air laut biru berhias pasir putih lembut, membuat pantai ini layak masuk dalam daftar wisata yang diburu di Malang. Pantai Goa Cina cukup teduh, karena di pinggir pantai deretan pohon rindang dapat ditemukan dengan mudah.

Memandang jauh ke tengah laut, kamu akan menyaksikan panorama indah yang datang dari tiga pulau yang terletak di tengah-tengah pantai. Ketiga pulau tersebut antara lain pulau Bantengan, pulau Goa Cina dan pulau Nyonya.

Keunikan yang menonjol dari pantai ini adalah keberadaan sebuah gua di sisi kanan pantai. Gua tersebut berupa rongga yang menjorok 8 meter dengan ketinggian sekitar 2 meter. Rongga gua yang cukup lebar memungkinkan bagi siapapun yang ingin masuk ke dalamnya.

Menengok ke dalam gua, hawa misterius terasa cukup kental dalam rongga gua ini. Terutama bagi kamu yang pernah mendengar kisah misterius, terkait meninggalnya seorang petapa di dalam gua ini. Sebelum peristiwa tersebut terjadi, pantai Goa Cina dulunya dikenal dengan nama pantai Rowo Indah.

Berdasar kisah dari penduduk setempat, sekitar 20-an tahun silam terdapat seorang dari Cina yang melakukan pertapaan di dalam goa ini. Sayangnya, tanpa diketahui petapa tersebut meninggal dalam gua. Saat ditemukan, hanya ditemukan tulang belulang sang petapa beserta tulisan Mandarin di langit-langit gua.

Hingga kini, tak ada yang mengetahui identitas sang petapa maupun penyebab kematiannya. Semenjak saat itu, banyak orang yang menganggap goa tersebut keramat dan lambat laun dikenal dengan nama Goa Cina.

Keunikan pantai ini tak hanya terletak pada gua tersebut, namun sebuah fenomena alam yang langka juga bisa kamu saksikan di pantai Goa Cina. Pantai Goa Cina memiliki gelombang air yang bersimpangan tak karuan dari tiga arah, yaitu dari arah Selatan, Timur dan Barat. Arus gelombang tersebut akan bertabrakan di antara pulau Bantengan dan pulau Nyonya. Arus gelombang yang bertabrakan cukup kuat kuat sehingga terdengar suara gemuruh dari pantai.

Kondisi pantai ini pulalah yang membuat kamu dilarang keras untuk berenang di pantai ini. Bahkan para nelayan pun memilih untuk tidak menyandarkan perahunya di pantai ini. Nah, untuk menikmati keindahan pantai Goa Cina, kamu tak perlu merogoh kantong dalam-dalam. Kamu hanya perlu membayar tiket Rp 4.000 rupiah untuk bisa bersantai di pantai ini. Tertarik berlibur di pantai ini?

3. Legenda pohon tua di Sumber Taman


Meskipun masih belum resmi sebagai lokasi wisata, sumber taman telah ramai didatangi pengunjung. Tak heran, kawasan Sumber Taman memang memiliki pemandangan dan suasana yang sangat nyaman. Sekeliling kolam sumber mata air dipenuhi dengan pepohonan besar dan rindang.

Melirik pada pohon besar yang ada di sekitar pemandian Sumber Taman, konon pohon-pohon tersebut telah berusia ratusan tahun. Berdasar legenda yang diyakini masyarakat setempat, lokasi mata air Sumber Taman ini dahulunya adalah taman yang indah.

Alkisah, ada seorang kakek tua yang melewati taman tersebut. Saat melewati taman, kakek tersebut bertemu sepasang kekasih yang sedang berduaan di sekitaran taman. Karena kelaparan, sang kakek meminta sedikit makanan yang dibawa oleh sepasang kekasih tersebut. Sayangnya, mereka tak bersedia dan justru membentak sang kakek. Tak diduga, sang kakek murka dan merubah dirinya menjadi sosok ular raksasa.

Kakek yang murka kemudian mengutuk sepasang kekasih tersebut menjadi dua pohon besar. Anehnya, kedua pohon tersebut mengeluarkan air yang begitu deras. Kedua pohon besar itu kemudian dijadikan sang ular raksasa sebagai lokasi berdiamnya. Aliran air deras dari pohon tersebut lambat laun membentuk genangan besar, yang kini dikenal dengan mata air Sumber Taman.

4. Kisah pasangan Ranung Grati dan Irogat di Sumber Jenon


Sumber mata air Sumber Jenon berasal dari pegunungan di kaki Gunung Ronggo. Sumber Jenon terletak di kawasan Gunung Ronggo, kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang.

Sumber Jenon berbentuk seperti kolam dengan bagian dasar tertutupi batako. Kedalaman sumber mata air ini mencapai kedalaman hingga 4 meter. Bagi yang tak punya keahlian berenang, kamu bisa menyewa ban yang berfungsi sebagai pelampung, saat menikmati kesegaran airnya.

Uniknya, di lokasi sumber mata air ini, terdapat batang pohon Jenu yang membujur dari Barat ke Timur. Keindahan paling menonjol dari Sumber Jenon adalah airnya yang jernih dan berwarna biru kehijau-hijauan.

Mitos yang paling santer terdengar dari Sumber Jenon, terkait dengan efeknya yang menyembuhkan. Rumor mangatakan, mata air Sumber Jenon mampu menyembuhkan berbagai jenis penyakit, termasuk penyakit kulit. Pasalnya, dalam sumber mata air ini terdapat ikan Sengkaring, yang diyakini memiliki usia ratusan tahun.

Ikan Sengkaring sendiri merupakan ikan berwarna hitam dan merah berukuran sekitar 50-170 sentimeter. Uniknya, jumlah ikan Sengkaring ini diyakini tak pernah berubah. Meskipun berkali-kali dipancing, ikan Sengkaring ini diyakini tetap berjumlah 37 ekor.

Awal mula kemunculan sumber mata air yang kini dikenal luas dengan nama Sumber Jenong cukup menarik untuk dilirik. Berdasarkan cerita yang diyakini oleh warga sekitar, kemunculan Sumber Jenon berawal dari kisah pasangan Rantung Grati dan Irogat.

Pasangan ini hidup pada masa Kerajaan Mataram. Setelah terjadinya peperangan, pasangan suami-istri ini mengungsi ke daerah yang kini dikenal dengan nama Sumber Jenon. Hidup bercocok tanam adalah jalan yang dipilih untuk menyambung hidup. Beruntungnya, pasangan ini mampu menghasilkan panen yang melimpah.

Sayangnya, pada saat musim kemarau melanda, tanaman yang dirawat tak mendapatkan air yang cukup. Alhasil, hampir semua tanaman mati yang berakibat pada menipisnya simpanan pangan yang dimiliki.

Segera bertindak, Rantung Grati berpamitan pada Irogat untuk mencari pengairan yang cukup untuk tanamannya. Rantung Grati memilih bertapa di atas Gunung Harimau, tepatnya di bawah pohon Jenu.

Konon, saat sedang berada dalam masa pertapaan Rantung Grati tersebut, muncul angin kencang yang menumbangkan pohon Jenu, tempat dirinya bertapa. Tak disangka, dari bongkahan pohon yang tumbang tersebut keluar sumber air yang deras. Saking derasnya, sumber mata air terebut membentuk genangan air besar yang kini dikenal dengan nama Sumber Jenon.

Sumber: merdedka.com

Merasa artikel ini menambah pengetahuanmu? Jangan ragu SHARE juga ke teman-temanmu! Membagikan informasi yang bermanfaat juga termasuk amal baik lho.
Untuk informasi menarik dan bermanfaat lainnya, LIKE Fanspage kami.


0 comments:

Post a Comment