Logo Design by FlamingText.com
Logo Design by FlamingText.com

Tuesday 26 September 2017

PERUBAHAN LALIN MEREPOTKAN PENGGUNA JALAN


Perubahan arus lalu lintas (lalin) di beberapa jalan inti Kota Kisaran sejak bulan Desember 2016 lalu sampai sekarang dinilai tidak dapat memberikan solusi dalam mengatasi kemacetan. Bahkan dinilai perubahan lalin merepotkan masyarakat dan menjadi biang kasus kecelakaan lalulintas.

Di samping itu, aturan perubahan lalulintas yang berlaku untuk Jalan Sisingamangaraja, Bhakti, Diponegoro dan Jalan Sutomo ternyata tidak mempunyai ketetapan badan hukum yang pasti dan tak memiliki kajian akademik.

Hal tersebut terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi C di DPRD Asahan, bersama Dinas Perhubungan dan masyarakat yang diwakili oleh Ormas DPD PEKAT Indonesia Bersatu Kab. Asahan, Senin (25/9).


“Ternyata selain perubahan sistim lalu lintas tersebut selain merepotkan masyarakat dan dinilai tidak tepat mengatasi persoalan kemacetan lalulintas juga tak memiliki dasar hukum dan kajian akademis yang jelas sebelum akhirnya diterapkan masyarakat,” kata M Syihabuddin Ketua Pekat IB Asahan usai mengikuti RDP kepada wartawan.

Untuk itu, pihaknya meminta Pemerintah Daerah melalui Dinas Perhubungan agar mengembalikan pengaturan sistim lalu lintas yang telah dirubah tersebut seperti sebelumnya. Ini mengingat karena penerapan lalin itu tak cukup efektif mengurai kemacetan dan menjadi sumber lakalantas bagi pengguna jalan.

“Tawaran kami mewakili masyarakat, agar Dinas Perhubungan yang memiliki domain terhadap pengaturan perubahan lalin di kota Kisaran segera mengembalikan rekayasa lalulintas ke aturan terdahulu,”pinta ketua Pekat IB yang akrab disapa Bung Said ini.

Sebelumnya dalam RDP yang difasilitasi oleh komisi C, dan dihadiri oleh Horas Majadi Sirait, Irwansyah Siagian, Parlindungan Panjaitan, Handi Afran Sitorus, Mangandar Barimbing, Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Asahan Sori Muda Siregar membenarkan perubahan rekayasa lalin sejak Desember 2016 itu tanpa dibekali dengan payung hukum dan kajian akademik.

“Penerapan kajian akademis itu membutuhkan dana dan waktu yang tidak sedikit. Harus pakai konsultan. Tapi bukannya kami tidak usulkan, hal itu sudah pernah diajukan,” ujarnya.

Di tempat yang sama, Widodo SH salah seorang praktisi hukum menilai penerapan sistim perubahan lalin tanpa payung hukum dan kajian adalah abuse of power. “Artinya, ini penyalahgunaan wewenang yang merugikan orang banyak,” kata Widodo.

Jika demikian tambah Widodo, karena tak ada payung hukumnya dalam perubahan sirkulasi lalin, jika masyarakat melakukan pelanggaran lalin aparat tak berhak melakukan penindakan penilangan. “Berarti masyarakat boleh melanggarnya karena tidak perubahan lalin itu tidak punya aturan hukum,”ujarnya.

0 comments:

Post a Comment