Logo Design by FlamingText.com
Logo Design by FlamingText.com

Saturday 14 October 2017

Sejarah Singkat Provinsi Sumatera Utara

Gambar: Kantor Gubernur Tempo Doeloe

Pada zaman pemerintahan Belanda, Sumatera Utara merupakan suatu pemerintahan yang bernama Gouvernement van Sumatra dengan wilayah meliputi seluruh pulau Sumatera, dipimpin oleh seorang Gubernur yang berkedudukan di kota Medan.

Setelah kemerdekaan, dalam sidang pertama Komite Nasional Daerah (KND), Provinsi Sumatera kemudian dibagi menjadi tiga sub provinsi yaitu: Sumatera Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan. Provinsi Sumatera Utara sendiri merupakan penggabungan dari tiga daerah administratif yang disebut keresidenan yaitu: Keresidenan Aceh, Keresidenan Sumatera Timur, dan Keresidenan Tapanuli.

Dengan diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia (R.I.) No. 10 Tahun 1948 pada tanggal 15 April 1948, ditetapkan bahwa Sumatera dibagi menjadi tiga provinsi yang masing-masing berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri yaitu: Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sumatera Tengah, dan Provinsi Sumatera Selatan. Tanggal 15 April 1948 selanjutnya ditetapkan sebagai hari jadi Provinsi Sumatera Utara.

Pada awal tahun 1949, dilakukan kembali reorganisasi pemerintahan di Sumatera. Dengan Keputusan Pemerintah Darurat R.I. Nomor 22/Pem/PDRI pada tanggal 17 Mei 1949, jabatan Gubernur Sumatera Utara ditiadakan. Selanjutnya dengan Ketetapan Pemerintah Darurat R.I. pada tanggal 17 Desember 1949, dibentuk Provinsi Aceh dan Provinsi Tapanuli/Sumatera Timur. Kemudian, dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 5 Tahun 1950 pada tanggal 14 Agustus 1950, ketetapan tersebut dicabut dan dibentuk kembali Provinsi Sumatera Utara.

Dengan Undang-Undang R.I. No. 24 Tahun 1956 yang diundangkan pada tanggal 7 Desember 1956, dibentuk Daerah Otonom Provinsi Aceh, sehingga wilayah Provinsi Sumatera Utara sebahagian menjadi wilayah Provinsi Aceh.

Tonggak Sejarah
  1. 1854 Gouvernement van Sumatra, ibukotanya di Medan
  2. 1948 Berdiri Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sumatera Tengah, dan Provinsi Sumatera Selatan
  3. 1949 Dibentuk Provinsi Aceh dan Provinsi Tapanuli/Sumatera Timur
  4. 1950 Provinsi Aceh dan Provinsi Tapanuli/Sumatera Timur digabungkan kembali sebagai Provinsi Sumatera Utara
  5. 1956 Berdiri Provinsi Aceh, dengan wilayahnya sebahagian dari Provinsi Sumatera Utara








Adat Istiadat

Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa Indonesia yang terletak di Sumatera Utara. Nama Batak merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur. Suku bangsa yang dikategorikan ke dalam suku Batak yaitu Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.

Seorang istri dari putra pendeta Batak Toba bernama Siti Omas Manurung menyatakan, bahwa sebelum kedatangan Belanda semua orang baik Karo maupun Simalungun mengakui dirinya sebagai Batak. Lalu Belanda yang telah membuat terpisahnya kelompok-kelompok tersebut setelah Belanda datang ke tanah Batak. Dengan demikian, istilah "Tanah Batak" dan "rakyat Batak" diciptakan oleh pihak asing.

Namun, sebagian orang Karo, Angkola, dan Mandailing tidak mau menyebut dirinya sebagai suku Batak karena pada umumnya istilah "Batak" dipandang rendah oleh bangsa lain. Sebagian orang Tapanuli juga tidak ingin disebut orang Batak karena perbedaan agama yang mencolok pada orang Batak kebanyakan.

Suku Batak dikenal dengan banyaknya marga yang diambil dari garis keturunan laki-laki. Garis keturunan tersebut akan diteruskan kepada keturunan selanjutnya. Marga tersebut menjadi simbol bagi keluarga Batak. Menurut kepercayaan bangsa Batak, induk marga Batak dimulai dari Si Raja Batak yang diyakini sebagai asal mula orang Batak. Si Raja Batak mempunyai dua orang putra, yakni Guru Tatea Bulan dan Si Raja Isumbaon.

Budaya

Istana Maimun

Ikon kota Medan ini dibangun oleh Sultan Deli, Makmun Al Rasyid Perkasa Alamsyah pada tahun 1888. Didesain oleh arsitek berkebangsaan Italia, Istana Maimun memiliki desain interior yang unik dan mencerminkan perpaduan warisan budaya khas Melayu, Eropa dan Islam.

Dengan luas sekitar 2.772 m2, istana bernuansa serba kuning ini memiliki 30 ruangan di dalamnya. Di dalam balairung seluas 412 m2 terdapat singgasana yang juga didominasi warna kuning. Dahulu ruangan ini kerap digunakan untuk upacara penobatan Sultan Deli atau acara adat lainnya.

Brastagi

Kurang lebih 60 kilometer dari kota Medan terdapat Brastagi, sebuah obyek wisata di dataran tinggi Karo. Berada di sekitar 4.594 kaki dari permukaan laut serta diapit oleh gunung Sibayak dan gunung Sinabung, Brastagi menyuguhkan panorama indah berupa lahan pertanian nan luas dan hijau. Brastagi merupakan penghasil sayur mayur dan buah-buahan terbesar di provinsi Sumatera Utara, selain juga menghasilkan berbagai jenis bunga.

Tidak jauh dari gunung Sibayak terdapat pemandian air panas. Sementara di kaki gunung Sinabung terdapat danau Lau Kawar. Kota berudara sejuk ini juga dikenal dengan julukan kota “Markisa dan Jeruk Manis”

Danau Toba

Danau Toba adalah danau terbesar di Asia Tenggara, dengan luas sekitar 1.700 m2 dan kedalaman sekitar 450 meter. Sejarah mencatat bahwa danau ini merupakan hasil dari letusan gunung berapi kurang lebih 75.000 tahun yang lalu. Di tengahnya terdapat pulau Samosir, yang juga memiliki danau di dalamnya.

Bukit-bukit hijau yang mengelilingi danau yang mirip lautan ini, suasana damai, serta udara nan sejuk sudah tentu membuat Danau Toba menarik banyak wisatawan domestik mau pun manca negara setiap tahunnya. Danau Toba dapat dicapai dalam waktu sekitar 4 jam dari kota Medan.

Desa Tomok

Di pesisir Timur pulau Samosir terdapat sebuah desa kecil bernama desa Tomok. Penduduk aslinya mencari nafkah dengan bertani, berdagang dan juga memanfaatkan obyek-obyek wisata di sana. Selain rumah adat Batak, di sana juga terdapat kompleks makam Raja Sidabutar dan benda-benda peninggalan jaman megatilik. Museum, gereja-gereja sederhana, berbagai patung dan sebuah resor juga menambah pesona Desa Tomok. Tidak mengherankan bila banyak wisatawan tertarik untuk mengunjungi situs ini untuk memperkaya pengetahuan, khususnya mengenai sejarah budaya Batak.

Sejarah

Banyak versi yang menyebutkan asal-usul bangsa Batak. Ada yang mengatakan bangsa Batak berasal dari Thailand, keturunan dari bangsa Proto Malayan. Bangsa ini merupakan suku bangsa yang bermukim di perbatasan Burma dan Siam atau Thailand. Selama ribuan tahun, bangsa Batak juga tinggal dengan keturunan Proto Malayan lainnya, seperti Karen, Igorot, Toraja, Bontoc, Ranau, Meo, Tayal dan Wajo.

Proto Malayan ini pernah dijajah oleh bangsa Mongoloid. Lalu mereka berpencar ke berbagai wilayah dan negara. Misalnya Toraja mendarat di sulawesi, bangsa Tayal kabur ke Taiwan, dan bangsa Ranau mendarat di Sumatera Barat. Sementara Suku Batak mendarat di pantai Barat pulau Sumatera. Di situ suku bangsa Batak terpecah menjadi beberapa gelombang. Gelombang pertama berlayar terus dan mendarat di pulau-pulau Simular, Nias, Batu, Mentawai, Siberut sampai ke Enggano di Sumatera Selatan.

Gelombang kedua mendarat di muara sungai Simpang, sekarang Singkil. Mereka bergerak sepanjang sungai Simpang Kiri dan menetap di Kutacane. Dari situ mereka menduduki seluruh pedalaman Aceh. Itulah yang menjadi orang-orang Gayo, dan Alas.

Adapun gelombang ketiga mendarat di muara Sungai Sorkam, antara Barus dan Siboga. Memasuki pedalaman daerah yang sekarang dikenal sebagai Doloksanggul dan belakangan menetap di kaki Gunung Pusuk Buhit, di tepi danau Toba sebelah barat. Dari situ berkembang dan akhirnya menduduki tanah Batak.

Ada lagi versi yang mengatakan, Suku Batak berasal dari India melalui Barus berkelana ke Selatan hingga bermukim di pinggir Danau Toba pada abad ke-6. Barus merupakan wilayah yang ada di Tapanuli Tengah Sumatera Utara. Orang-orang yang dari India tadi berdagang dan mendirikan di kota dagang Barus. Nama Barus sendiri merupakan barang dagangan yang mereka perdagangkan, yakni kapur Barus.

Kapur Barus dari tanah Batak bermutu tinggi sehingga menjadi salah satu komoditas ekspor di samping kemenyan. Pada abad ke-10, Barus diserang oleh Sriwijaya. Hal ini menyebabkan terusirnya pedagang-pedagang Tamil asal India dari pesisir Sumatera. Pada masa-masa berikutnya, perdagangan kapur Barus mulai banyak dikuasai oleh pedagang Minangkabau yang mendirikan koloni di pesisir barat dan timur Sumatera Utara.

Kesenian

Diantara unsur kebudayaan yang dimiliki suku Batak adalah kesenian. Tari Tor-tor merupakan kesenian yang dimiliki suku Batak. Tarian ini bersifat magis. Ada lagi Tari serampang dua belas yang hanya bersifat hiburan. Sementara alat musik tradisionalnya adalah Gong dan Saga-saga. Adapun warisan kebudayaan berbentuk kain adalah kain ulos. Kain hasil kerajinan tenun suku batak ini selalu ditampilkan dalam upacara perkawinan, mendirikan rumah, upacara kematian, penyerahan harta warisan, menyambut tamu yang dihormati dan upacara menari Tor-tor.
Agama

Bangsa Batak memiliki sistem kepercayaannya sendiri, terutama di daerah pedesaan masih mempertahankan sistem religi atau kepercayaan tersbeut. Orang batak memiliki konsepsi, bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan oleh Debeta Mula Jadi Na Balon. Ia bertempat tinggal di atas langit dan mempunyai nama-nama sesuai dengan tugas dan kedudukannya. Namun, saat ini agama yang mendominasi bangsa Batak adalah Islam dan Kristen. Tetapi agama Kristen merupakan agama mayoritas suku Batak saat ini.

Daerah masuk dan penyebaran Islam adalah batak bagian selatan. Sementara daerah penyebaran Kristen meliputi daerah adalah batak bagian utara. Islamisasi di Batak dilakukan oleh para pedagang dari Minangkabau. Mereka mengawini para perempuan Batak dan secara perlahan masyarakat Batak banyak yang memeluk agama Islam. Pada masa Perang Paderi di awal abad ke-19, pasukan Minangkabau menyerang tanah Batak dan melakukan islamisasi besar-besaran atas Batak Mandailing dan Angkola.

Namun penyerangan Paderi atas wilayah Toba, tidak dapat mengislamkan masyarakat tersebut, yang pada akhirnya mereka menganut agama Kristen Protestan. Kerajaan Aceh di utara juga banyak berperan dalam mengislamkan Batak Karo dan Pakpak. Sementara Simalungun banyak terkena pengaruh Islam dari masyarakat Melayu di pesisir Sumatera Timur.

Adapun penyebaran agama Kristen dilakukan oleh seorang misionaris asal Jerman tahun 1861. Sebelumnya mereka menerbitkan buku tata bahasa dan kamus Batak-Belanda. Dengan tujuan mereka dapat memudahkan penyebaran agama Kristen yang dilakukan oleh orang Kristen Jerman dan Belanda. Sasaran mereka adalah Batak Toba dan Simalungun. Batak Karo juga menjadi sasaran misionaris Kristen, sehingga sebagian Batak Karon ada yang memeluk agama Kristen.

Saat penkristenan dilakukan, Batak Karo dan Toba dapat dikristenkan dengan cepat, sehingga pada abad ke-20 agama Kristen menjadi identitas budaya mereka. Saat Belanda menancapkan kolonialisme Belanda di tanah Batak, masyarakat Batak ini tidak banyak melakukan perlawanan terhadap kolonial Belanda.

0 comments:

Post a Comment