Hari pertama Anies-Sandi.
Tantangan paling berat dalam awal kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wagub Sandiaga Uno adalah menghentikan proyek reklamasi di Teluk Jakarta. Dalam janji kampanyenya, tegas dikatakan, Anies-Sandi berjanji kepada rakyat Jakarta, untuk menghentikan pembuatan pulau-pulau buatan yang dinilai menyengsarakan nelayan.
Di sisi lain, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan telah mencabut moratorium pembangunan proyek reklamasi di Jakarta Utara. Kewenangan pemerintah pusat dan Pemprov DKI menjadi pertanyaan besar. Bagaimana solusinya?
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengaku, tidak paham persis tentang siapa yang berhak menggarap proyek reklamasi, apakah itu kewenangan pusat atau daerah. Namun, dia mencermati, memang dalam projek ini, ada tumpang tindih kewenangan di sana.
"Kewenangan itu berhimpit, ada porsi pemerintah pusat, ada porsi pemerintah daerah. Contoh izin reklamasinya itu sendiri. Lalu Amdal, itu bisa dikontrol sampai pusat. Jadi misalnya katakanlah izin reklamasi pemerintah daerah misal, tapi pengerukan, penggunaan kapal kewenangan pemerintah pusat, itu bisa berimpit. Kalau misalnya izin penggunaan kapal atau amdal misalnya diambil alih pemerintah pusat, kan proyek ini enggak bisa jalan," kata Refly saat berbincang dengan merdeka.com, Rabu (18/10).
Soal wilayah teritorial, Refly memastikan bahwa itu merupakan kewenangan Pemprov DKI Jakarta. Tapi lagi-lagi, dia menegaskan, kewenangan dalam menggarap proyek reklamasi ini memang berhimpit dengan pemerintah pusat.
Oleh sebab itu, Refly menyarankan, agar dalam pembahasan proyek ini tidak saling kuat-kuatan antara pemerintah pusat dan daerah. Dia ingin, antara menteri dan gubernur saling duduk bersama membahas projek bernilai triliunan tersebut.
"(Lokasi reklamasi) itu teritorial daerah, kecuali dinyatakan kawasan khusus, ini kawasan umum. Tapi sekali lagi, enggak bisa kuat-kuatan, karena enggak akan jalan. Pemerintah pusat dan daerah harus duduk bersama," kata dia.
Apabila jalan duduk bersama tak juga bisa tercapai, maka Refly menyarankan, kedua belah pihak meminta putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK). Meskipun reklamasi bukan objek sengketa, tapi yang bersengketa adalah pemerintah pusat dalam hal ini menteri dan pemerintah daerah dalam hal ini gubernur.
"Menurut saya seharusnya MK bisa memutuskan, karena sengketa kewenangan pusat dan daerah, memang bukan konstitusional, tapi subjeknya adalah organ konstitusional," kata Refly menyarankan.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, menyarankan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan- Sandiaga Uno berkonsultasi dengan sejumlah pakar terkait proyek reklamasi teluk Jakarta. Dia berujar pentingnya melibatkan pakar dalam proyek tersebut guna mempertimbangkan dampak proyek tersebut.
"Saya kira keduanya perlu konsentrasi lebih banyak dengan orang-orang yang paham tentang persoalan itu. Karena suatu proyek sudah dimulai dan menimbulkan dampak dan itu memerlukan langkah penyelesaian yang bijak supaya tetap membawa manfaat," ujar Yusril di Balai Agung, Balai Kota, usai menghadiri acara serah jabatan Gubernur periode 2017-2022, Jakarta, Senin (16/10).
Disinggung soal konsistensi Anies-Sandi soal penolakan reklamasi, Yusril menjawab secara diplomatis. "Kita lihat saja nanti," ujar mantan Menteri Kehakiman itu.
Diketahui, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan mencabut moratoriun tentang reklamasi. Keputusan itu tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Nomor S-78-001/02/Menko/Maritim/X/2017 pada Kamis (5/10). Otomatis surat keputusan ini menggugurkan SK yang pernah dikeluarkan Menko Kemaritiman sebelumnya, Rizal Ramli.
Dicabutnya moratorium proyek reklamasi sebenarnya jelas membuat Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih, Anies-Sandi, berada di tengah kebimbangan. Sebab, sebagai gubernur sudah seharusnya mereka menjalankan keputusan yang dikeluarkan pemerintah pusat. Namun mereka tak mungkin alpa dengan janji kampanye yang pernah terucap.
Sumber : merdeka.com
0 comments:
Post a Comment