Mantan Atase KBRI Malaysia Dwi Widodo.
Terdakwa kasus suap terkait penerbitan calling visa dan paspor, Dwi Widodo menyampaikan nota pembelaannya dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta Pusat. Dalam pembelaannya, Dwi mengakui kesalahan atas perbuatan yang dilakukannya. Namun demikian, dia mengklarifikasi tuntutan jaksa penuntut umum KPK terkait jumlah uang yang diterimanya.
"Uang sejumlah Rp 535.147.102 itu tidak saya gunakan untuk keperluan pribadi. Uang itu juga dipergunakan untuk operasional bidang keimigrasian KBRI di Kuala Lumpur," ucap Dwi saat membacakan nota pembelaannya, Rabu (11/10).
Lebih lanjut, dia juga keberatan atas tuntutan jaksa yang mewajibkan membayar uang pengganti senilai uang yang diterimanya. Dia menegaskan tidak ada kerugian negara atas tindakannya tersebut. Sebab, dalam penerbitan visa dan paspor telah dibayar oleh para sponsor.
"Saya keberatan atas tuntutan jaksa penuntut umum yang mewajibkan saya mengembalikan Rp 535 juta sekian karena dalam penerbitannya visa dan paspor sudah dibayar sponsor. Tidak ada kerugian negara di situ," ujarnya.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut mantan atase imigrasi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Malaysia, Dwi Widodo, lima tahun penjara. Dwi dituntut atas perbuatannya menerima suap dari beberapa perusahaan guna menerbitkan calling visa dan paspor dengan metode reach out.
"Menuntut menjatuhkan pidana lima tahun denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan penjara," ujar jaksa Arif Suhermanto saat membacakan tuntutan milik Dwi di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (4/9).
Selama periode 2013-2016, Dwi telah menerbitkan sejumlah visa dan paspor tanpa melalui prosedur terhadap delapan perusahaan. Pada periode tersebut, total penerimaan suap Dwi senilai Rp 524.350.000, RM 63.500, dan voucher hotel untuk penerbitan paspor senilai Rp 10.807.102.
Jaksa juga menuntut Dwi untuk mengembalikan uang hasil tindak pidana suap sebesar Rp 535.147.102, yang merupakan gabungan dengan voucher hotel, dan uang RM 27.400. Sebelumnya, beberapa staf di KBRI Malaysia telah mengembalikan uang yang diduga hasil tindak pidana suap ke KPK sebesar RM 36.100. Dwi memberikan uang tersebut kepada beberapa stafnya di KBRI Malaysia sebagai tunjangan hari raya.
Lebih lanjut, jaksa Arif menegaskan pengembalian uang pengganti harus dibayar Dwi satu bulan setelah kasus tersebut dinyatakan berkekuatan hukum tetap.
"Apabila dalam satu bulan tidak membayar uang pengganti seperti yang telah ditentukan maka harta bendanya akan disita sampai memenuhi jumlah yang dimaksud," ujarnya.
Sementara itu, dalam pertimbangannya jaksa juga mencantumkan beberapa pertimbangan memberatkan dan meringankan. Adapun pertimbangan yang memberatkan tuntutan Dwi yakni, perbuatannya tidak mendukung program pemerintah dari upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagai atase imigrasi dia dianggap menyalahgunakan jabatannya.
"Dalam motifnya, terdakwa juga memperkaya diri sendiri," ucap Arif.
Hal yang meringankan, Dwi mengakui dan menyesali perbuatannya. Atas pertimbangan tersebut, jaksa menerapkan pasal 12 huruf b undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
0 comments:
Post a Comment