Seorang arsitek Swiss, Toni Ruttiman membangun jembatan sukarela di Indonesia. Toni pun harus mendatangkan sendiri bahan bakunya dari luar negeri lantaran minimnya bantuan dari Pemerintah Indonesia.
Sayangnya, bahan baku yang dipasok Toni dari Swiss justru terkena biaya bea cukai sebesar Rp 195 juta. Akibatnya, Toni menyudahi bantuan sukarelanya karena birokrasi yang rumit.
Pengalaman miris Toni dibagikan di akun Facebook sosiolog sekaligus akademisi Universitas Indoneisa, Imam Prasodjo. Imam mengisahkan bahwa Toni merupakan arsitek dari Swiss yang secara suka rela membangun puluhan jembatan di daerah terpencil di Indonesia.
Toni datang ke Indonesia karena tersentuh melihat pemberitaan mengenai kondisi jembatan di Indonesia. Toni tersentuh hatinya melihat anak-anak sekolah harus bergelantungan di jembatan untuk bisa sampai ke sekolahnya.
Menurut Imam, Toni sudah tiga tahun di Indonesia dan luput dari segala pemberitaan media. Toni mengajak warga bergotong-royong membangun jembatan gantung untuk menyambung akses jalan yang terputus.
“Toni mengupayakan ketersediaan bahan baku dengan mengambil langsung dari Swiss lewat kenalan dekatnya yang mempunyai perusahaan pipa ternama,” ujar Imam.
Dikatakan Imam, Toni sudah membangun 61 jembatan gantung di pelosok Nusantara seperti di Banten, Jabar, Jateng, Jatim, Sulawesi, Maluku Utara, dan NTT.
Kisah Toni Ruttiman, Denda Ratusan Juta Saat Bikin Jembatan di RI
Arah - Kisah miris datang dari seorang relawan asal Swiss, Toni Ruttiman. Selama tiga tahun dia mengorbankan tenaganya untuk memberi kemajuan infrastruktur di wilayah terpencil di Indonesia.
Kesehariannya nyaris dihabiskan untuk mengajak warga bergotong royong membangun jebatan gantung yang terputus. Jika kamu ingat kisah bocah SD bertaruh nyawa, menyeberang jembatan rusak saat ke sekolah, Toni datang untuk membenahi kesengsaraan tersebut.
Kisah Toni, diceritakan oleh sosiolog Imam B Prasodjo. Lewat akun facebook pribadinya, dia menceritakan kisah pahit yang menghambat Toni selama bekerja secara independen membangun jembatan rusak.
“Toni datang ke negeri kita karena dia melihat begitu banyak anak-anak di negeri ini bergelantungan harus pergi sekolah menyebrangi sungai dengan jembatan yang rusak,” tulis Imam, dalam akun Facebook-nya, yang dikutip arah.com, Selasa (4/10).
Lambatnya pemerintah menangani permasalahan tersebut membuat Toni berinisiatif untuk ‘hijrah; ke Indonesia. Dia berinsiatif mengumpulkan bahan-bahan jembatan gantung dari Swiss.
Tak hanya itu, lanjut Imam, Toni juga berupaya meminta sumbangan pipa dari salah satu perusahaan ternama, yang kebetulan pemilikinya adalah teman dekat Toni. Dia beruasaha agar perusahan tersebut mau mengirim bantuan pipa tiang jembatan dari Argentina ke Indonesia.
Toni tidak bekerja sendiri. Saat tiba di Indonesia, dia merekrut beberapa tenaga kerja Indonesia untuk dijadikan staf, membantu seluruh pekerjaan selama proses pembangunan jembatan.
“Saat ini seorang pemuda bernama Suntana, dengan setia membantu misi kemanusiaan Toni yang tengah dia jalankan,” tambah Imam.
Hasilnya tidak sia-sia. Selama tiga tahun keluar masuk kampung terpencil, Toni bersama pekerjanya berhasil membangun 61 jembatan gantung di berbagai daerah termasuk Banten, Jabar, Jateng, Jatim, dan bahkan hingga Sulawesi, Maluku Utara, dan NTT.
Sayangnya, pekerjaan yang selama ini mulu kini mulai menemui hambatan. Pasokan bahan jembatan seperti wirerope (kabel pancang) yang rutin dikirim dariSwiss terhambat oleh lambannya birokrasi.
“Saya (Imam) yang ikut terlibat dan mengikuti betapa sulitnya mengurus proses administrasi import barang bantuan ini merasa kesal menghadapi birokrasi yang begitu ruwet dan lambat ini, walaupun untuk import barang bantuan sekalipun,” kata Imam.
Keluh Imam tidak hanya sampai di situ. Dia juga mendengar keterangan dari asisten Toni, Suntana, yang bercerita ada denda demurrage (batas waktu kontainer) yang perlu dibayar selama bantuan bahanjembatan tertahan di Bea cukai TanjungPriok.
Dan, biaya untuk denda demurrage terus berjalan per-hari. Diceritakan Suntana, seperti yang ditulis Imam, lampiran tagihan demmurage yang diterima, tertulis jumlah denda per tgl 19 September 2016 adalah Rp 169.890.000,- dan konfimasi terbaru tagihan demmurage per hari ini 26 September 2016 yakni Rp 195.650.000.
“Terus terang saya malu menghadapi kejadian ini. Saya ingin sekali berteriak sekerasnya mewakili rakyat yang selama ini masih mengharapkan bantuan Toni Ruttiman. Maukah pemerintah mengabil alih denda yang harus dibayar ini?” tulis Imam.
Paling menyedihkan bagi Imam, Toni mengirim pesan kepadanya melalui email. Dalam pesannya, Toni menyerah, dia ingin menyudahi memberi bantuan yang dilakukan setelah periode bantuan ini selesai.
“Semoga dia masih bisa dibujuk untuk bertahan tinggal di negeri ini,” tutup Imam.
0 comments:
Post a Comment