Logo Design by FlamingText.com
Logo Design by FlamingText.com

Friday 6 October 2017

Kisah Ade Irma yang Jadi Tameng Bagi Ayahnya, Penampakan Bonekanya Bikin Merinding


Sebuah narasi singkat dari Ira Lathief, seorang pemandu wisata di Jakarta, di dinding Facebook-nya ini pasti membuat kita ingin segera ke sana.

Senyampang masih suasana G30S/PKI.

Sudah pernah berkunjung ke Museum AH Nasution di Menteng? Ini adalah salah satu museum yang bikin merinding yang pernah gue kunjungi.

Coba saja datang ke sana pas hari kerja, saat pengunjung sepi.

Dijamin bulu roma berdiri menyelusuri ruangan-ruangannya.

Museum yang terletak di Jalan Teuku Umar 20, Menteng, Jakarta Pusat ini dahulunya adalah kediaman keluarga Nasution yang sejak tahun 2000 dihibahkan ke negara untuk dijadikan museum.

Patung-patung diorama di Museum ini dibuat seukuran manusia.

Yang bikin bergidik saat baru memasuki bagian dalam rumah, terutama melihat diorama para tentara yang sedang mengendap-ngendap menuju ruang kamar Jendral Nasution.

Di bagian belakang kamar Nasution juga ada diorama sang Jendral berusaha menyelamatkan diri dengan meloncati dinding belakang rumahnya.

Dan ruangan kamar Ade Irma yang paling spesial bikin merindingnya. Masih ada boneka kesayangan Ade Irma saat masih hidup.

Melihat wujud boneka itu yg memandang tajam dari balik kaca lemari jadi teringat film The Doll 2 yang dibintangi Luna Maya.

Bahkan si petugas yang sudah lama tinggal di sana pun bercerita, ia masih sering 'diajak main' Ade Irma.

Btw, kalau berkunjung ke Museum ini jangan lupa minta tolong salah satu petugasnya untuk mengantar menjadi pemandu.

Dia bisa banyak bercerita tentang keluarga Nasution, juga tentang fungsi ruangan-ruangan di sana.

Termasuk cerita-cerita yang bikin merinding.


Setelah selesai keliling Museum, jangan lupa kasih tipping/’uang kopi’ ke petugas yang memandu, karena justru cerita itu mahal harganya.

Bagaimana? Penasaran kan untuk berkunjung ke sana?

Selain kisah yang bikin merinding itu, di Museum ini kita bisa melihat barang-barang peninggalan lain dari keluarga Nasution.

Ada juga foto Ade Irma, yang merupakan putri bungsi AH Nasution, bersama Lettu Pierre Andreas Tendean terbingkai rapi di atas potongan puisi, untuk mengenang tragedi terbunuhnya Ade Irma.

Peristiwa yang terjadi pada malam 1 Oktober 1965 itu tak hanya merenggut nyawa Ade Irma Suryani.

Namun juga nyawa Pierre Tendean. Pierre yang waktu itu diketahui sedang berisitirahat di ruang tamu kediaman AH Nasution menjadi target dari penggerebekan oleh pasukan Tjakrabirawa.

Pasukan Tjakrabirawa yang mengira Lettu Tendean sebagai AH Nasution langsung menculik Pierre, dan membawanya ke area Lubang Buaya bersama keenam perwira tinggi TNI lainnya.

Mereka akhirnya dibunuh dan dimasukkan ke dalam sumur, yang kini dikenal sebagai Lubang Buaya.

Kini rumah yang menjadi saksi bisu peristiwa penggerebekan AH Nasution telah menjadi prasasti hidup yang diresmikan oleh Susilo Bambang Yudhoyono pada hari 3 Desember 2008.

Tepat di hari kelahiran Jenderal AH Nasution sendiri.

Museum ini buka setiap hari kecuali Senin dari pukul 08.00 hingga 16.00 WIB. 

Jadi Tameng Ayah 

Namanya tidak tercantum dalam target. Tapi nama ayahnya termasuk.

Sang putri bungsu yang harus meninggal akibat kekejaman G30S/PKI.

Malam itu, Ade Irma Suryani (5), putri bungsu Jenderal A.H Nasution tidur bertiga bersama ibunya, Johanna Sunarti Nasution di rumah mereka jalan Teuku Umur No. 40 Menteng.Ade Irma Suryani, Perisai Bagi Sang Ayah Saat G30S/PKI

Ketika waktu menunjukkan pukul 03.45 subuh tanggal 1 Oktober 1965, Nasution mendengar suara ribut-ribut di luar rumahnya. Instingnya mengatakan ada hal aneh.

Ternyata pasukan Tjakrabirawa datang untuk menangkap dirinya.

Atas perintah istrinya, ia berhasil kabur melompati pagar dan menuju rumah Duta Besar Irak yang berada tempat di samping rumah mereka.

Pasukan tersebut mulai masuk ke dalam rumah. Karena tidak dibuka pintu oleh istri Nasution, mereka menembaki pintu kamar berkali-kali.

Suara tembakan itu membuat seisi rumah dicekam ketakutan.

Beruntungnya, istri Nasution, serta ibu dan adik Nasution, Mardiah yang lari ke kamar Nasution selamat dari tembakan. Tapi sayang, tembakan itu mengenai Ade. Tiga peluru menembus punggung si kecil.

Ketika pasukan Tjakrabirawa meninggalkan rumah, Johanna dan keluarga langsung membawa Ade yang bersimbah ke RSPAD untuk mendapat pertolongan.

Setelah menjalani operasi, lima hari kemudian ia dipanggil sang maha kuasa.

Ia dimakamkan di Blok P Kemayoran diiringi ratusan tangis keluarga dan masyarakat.

Kematian Ade Irma Suryani tentu meninggalkan luka yang sangat dalam diri Nasution.

Di saat dirinya berhasil kabur, justru sang putri kesayangan harus merenggang nyawa menjadi perisainya.

“Anakku yang tercinta. Engkau telah gugur sebagai perisai untuk Ayahmu. Ya Allah, terimalah putri kami ini dengan segala kebaikannya. Kami mengantarkannya dengan ikhlas, mengembalikannya pada-Mu, karena Engkaulah yang empunya,” kata Nasution seperti dikutip dalam buku yang berjudul “Tujuh Prajurit TNI Gugur: 1 Oktober 1965”.

0 comments:

Post a Comment