Logo Design by FlamingText.com
Logo Design by FlamingText.com

Friday 6 October 2017

Nestapa Dalam Penjara dan Keheningan Cinta Mantan Anggota Cakrabirawa

Ishak mantan Anggota Cakrabirawa.

Selama 12 tahun meringkuk di balik jeruji besi, hidup Ishak adalah ihwal penderitaan tak tertanggungkan. Bukan ketidakberdayaan sebagai korban politik yang membuat hati Ishak miris, pelampung dalam bahasa yang bisa selayaknya binatang, mulai dari makan memunguti biji-biji jagung yang disebar di lantai menggunakan minuman dahan pepaya. 

Mendekam di dalam bui tanpa pengadilan, Ishak hanya dalam bahasa Jawa Banyumasan 'pangkat lunga, bojo minggat, bondo mawut' (pangkat pergi, istri minggat, harta berantakan).

Perubahan jalan yang berat Ishak, bermula pada 30 September 1965. Hari itu, ia semestinya mengawal Presiden Soekarno ke Bogor. Tapi Komandan Batalyon I Kawal Kehormatan Cakrabirawa, Letnan Kolonel Untung, tiba-tiba terbuka agar ia ke Lubang Buaya. Terlarang menolak perintah, Ishak baru sadar nanti jalannya akan berubah total. 

"Saya hanya dengar selentingan kabar, beberapa jenderal dijemput untuk ketemu presiden," kata Ishak saat ditemui Merdeka.com di kediamannya, Rabu (4/10). 

Dini hari di Lubang Buaya, Ishak mengingat kawasan itu. Saat itu, Ishak hanya duduk di kursi pengemudi kendaraan jip menyala keadaan yang tak bisa ia mengerti. Dalam hati, sebenarnya Ishak ingin segera pulang ke kediamannya. Tahun 1965, ia baru saja menikah dan hamil tengah hamil muda.

Ishak yang kini berusia 81 tahun disebut 30 September sampai 1 Oktober 1965 adalah hari petaka. Seperti prajuritnya seperti anak ayam tanpa induk, kehilangan komando di tengah situasi yang serba tak menentu. 

Pada tanggal 2 Oktober, Ishak dijemput tentara di Istana Merdeka lantas dijebloskan ke penjara Cipinang sebelum dipindah ke penjara Salemba. Saat itu, Ishak pun belum sempat bertemu istrinya. 

Kelak 12 tahun kemudian, dia akan mendapat fitur pahit yang sudah menikah dengan orang lain. Sedang yang sudah beranjak remaja tak mengenalinya. Anaknya unggul takut pada bapaknya. 

"Saya jadi tahu beginilah nasib orang yang kalah," kata Ishak.

Tahun 1965, Ishak ditimbang 4 tahun menjadi anggota Resimen Cakrabirawa pasukan elit pengamanan presiden. Selamat lahir sebagai tentara, Ishak juga pernah ikut bertempur di Sumatera menghajar pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). 

Berpangkat akhir Sersan Satu di usia 29 tahun, Ishak diberhentikan tak hormat dan berlaku nasib sebagai tahanan politik. Baru pada tahun 1977, ia bebas dari penjara dan tak memiliki apapun. Ishak pun memutuskan pulang ke tempat kelahirannya di Kabupaten Purbalingga. Ternyata, nestapa hidup Ishak pun belum berubah. 

Partamil tak bisa menerimanya karena menganggapnya tersangkut dengan kejadian Gerakan 30 September 1965 (G30S). Stigma sebagai orang yang mesti dijauhi juga ia terima dari sebagian masyarakat.

Di Purbalingga, Ishak memang sempat menjalin hubungan rumah tangga. Tapi sang istri lantas jatuh sakit dan tak lama kemudian meninggal dunia. 

Baru pada tahun 1983, Ishak lantas bertemu dengan Sri Sumarni yang jarak 18 tahun lebih muda darinya. Perempuan inilah yang kini terus mendampinginya di masa tuanya. 

Sejak pertama kali bertemu kenalan kerabatnya pada tahun 1987, Ishak langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Sumarni pun tak mempersoalkan masa silam Ishak dan menerima dia apa adanya. 

Sumarni pertama kali mengenal Ishak tak menutup-nutupi masa silamnya sebagai bekas pasukan Cakrabirawa dan lantas menjadi tahanan Politik.

Sumarni melihat tidak berpikir lelaki yang dicintainya terlibat G 30 S, tapi hanya seorang prajurit yang saat itu sedang menjalankan perintah. Ia tidak mempersoalkan, karena semakin mengenal Ishak, dia tahu dia laki-laki yang bertanggung jawab. 

"Bapak saya juga tentara Bapak saya mengerti Pak Ishak tidak salah Bapak saya hanya ngomong kalau mau melakoni silakan," kata Sumarni pada Merdeka.com saat ditemui di kediamannya. 

Sosok Ishak sendiri, di mata Sumarni adalah orang yang disiplin. Ishak juga nilai jujur ​​dan terbuka soal apa saja dengan keluarga. Ishak juga kerap bersikap romantis, dan tak segan memuji-muji saat mereka meluangkan waktu berduaan. 

"Pak Ishak sangat mengagumi Soekarno. Dia mengoleksi buku-buku Soekarno," katanya.

Kini terserah hidup bahagia di Kabupaten Purbalingga dan dikaruniai dua anak. Ishak masih saja terlihat bugar, tegas dan ikut mengambil masjid yang tak jauh dari kediamannya. 

Nestapa dalam penjara adalah bagian hidup yang tak bisa terang persen ia lupakan. Luka-luka fisik yang ia terima masih membekas di kepala bangun Ishak sesekali di Sumarni istri. 

Hidup Ishak dan Sumarni pada akhirnya adalah keheningan cinta dua orang lanjut usia dengan riwayat masa silam yang keras. Cinta masuk mencontohkan diri dan kekurangan mesti disyukuri lantas dimaknai sebagai modal utama eksistensi cinta, saling bersetia untuk saling melengkapi menuju kesempurnaan hidup.

Baca Juga : Istri AH Nasution Pernah Biayai Hidup Anak DN Aidit

0 comments:

Post a Comment